PARADIGMA (BARU) BOM JW.MARRIOTT

Paradigma baku ini melekat erat dalam benak masyarakat negeri ini dan sebagian masyarakat mancanegara. Paradigma bermakna cara pandang, cara berpikir, atau cara melihat suatu fenomena dan fakta di sekitar kita.


Sekaitan terjadinya tragedi bom JW. Marriott dan Ritz-Carlton pada 17 Juli 2009, maka terhadap tersangka pelaku dam perencana seketika merujuk pada satu tokoh kunci bernama Noordin M. Top dan satu organisasi bernama Jamaah Islamiyah (JI). Apabila dirunut lebih jauh, maka nama yang muncul adalah Usamah bin Ladin dan Al Qaidah.

Paradigma baku ini melekat erat dalam benak masyarakat negeri ini dan sebagian masyarakat mancanegara. Paradigma bermakna cara pandang, cara berpikir, atau cara melihat suatu fenomena dan fakta di sekitar kita.

Paradigma baku ini semakin menguat dan tak tergoyahkan disebabkan sejumlah pakar selalu sama mengemukakan pandangannya. Sidney Jones, direktur ICG (International Crisis Group) dikenal rajin mengulas terorisme di Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Pada gilirannya suara perempuan ini menjadi rujukan setiap kali terjadi pemboman di Indonesia. Pandangannya selalu sama dan tidak pernah berubah.(Dalam hal ramalan, suara Mama Lauren menjadi rujukan. Meski terkadang tidak tepat…maaf Mama)

Jawaban sama dan konsisten menjadikan masyarakat percaya bom yang meledak di Indonesia, khususnya di tempat yang terdapat orang asing atau dengan target sasaran orang asing adalah aksi perbuatan Noordin M. Top, kelompoknya atau terkait Jamaah Islamiyah atau sempalan Jamaah Islamiyah.

Paradigma ini seolah mengikat sedemikian erat motif pelaku pemboman, yaitu jihad fisabilillah. Sebuah kata sifat atau kata kerja yang sangat dibenci agama demokrasi.

Selain sosok Sidney Jones, ada pula para pakar (dalam dan luar negeri) yang berkompeten dalam urusan ini cenderung mengatakan hal sama. Meskipun dengan ragam variasinya. Bagaikan orkestra yang menyanyikan sebuah lagu dengan instrumen musik berbeda.

Secara umum paradigma baku yang sering mengemuka terkait aksi pemboman adalah:

-Tujuan pemboman adalah menghancurkan (dan membunuh) segala hal yang berkaitan dengan simbol Amerika dan sekutunya atau siapapun yang memusuhi dan melukai umat Islam di seluruh dunia.

-Pelaku pemboman telah dididik dan diberi keyakinan penuh terhadap keberaniannya berjihad akan diberi ganjaran surga dan 40 bidadari.

-Pelaku berlatar pendidikan rendah, pemahaman agama sempit dan dari keluarga tidak mampu, miskin. Dan lain-lain.

Tentu saja kesimpulan tersebut menyudutkan umat Islam di manapun berada. Empati terhadap korban bercampur baur dengan rasa marah terhadap keyakinan yang diusik dan dinilai sebagai pendorong aksi tersebut, yaitu jihad.

Pada gilirannya stereotip Islam identik dengan terorisme, kekerasan atau apapun yang merusak dan menimbulkan ketakutan semakin mengkristal. Serangan ejekan terhadap pemeluk agama Islam semakin tinggi hingga semakin menimbulkan sikap inferior umat Islam di antara pemeluk agama lain. Geert Wilder merangkumnya dalam film Fitna.

Paradigma baku tersebut tidak mudah dikikis atau dihapus. Tetapi tetap menarik didiskusikan. Setidaknya dengan beberapa rekan saya sambil minum kopi tanpa gula dan mencoba membahasakannya secara lebih sederhana. Meski ternyata sulit juga.

Padahal diskusi sekadar mencoba menelusuri kemampuan Noordin M. Top dalam merekrut sejumlah orang sehingga rela dan siap mati (istilah popular: menjadi pengantin). Dengan kata lain, apakah ada asumsi berbeda selain kesimpulan baku yang disebutkan di atas.

Betapa tidak, apabila benar Noordin M. Top memiliki kemampuan menginduksi orang hingga rela mati tentu merupakan kemampuan yang sungguh luar biasa. Tetapi agaknya patut disangsikan hal yang sedemikian itu.

Noordin M. Top dapat saja memiliki kebencian kepada Amerika atau sekutunya yang dianggapnya bertanggung jawab terhadap perang di Irak, Afghanistan atau ketidakadilan terhadap rakyat Palestina. Tetapi tentunya Noordin memahami bahwa tindakannya merekrut orang untuk membunuh, meledakkan hotel atau kedutaan pasti tidak menimbulkan efek signifikan sebagaimana yang diharapkannya.

Lalu mengapa Noordin tidak juga bosan mencari orang yang dapat dipengaruhinya hingga rela membunuh dirinya sambil membunuhi orang-orang yang tidak berdosa?

Diskusi ringan kami pada akhirnya menyimpulkan bahwa Noordin M. Top tidak lebih dari seorang makelar teror.

Makelar teror adalah orang yang pandai memanfaatkan dan menyelewengkan makna jihad untuk kepentingan dirinya sendiri. Boleh jadi Noordin menguasai konsep jihad sedemikian rupa hingga dia dapat mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya.

Bagaimana cara kerja makelar teror?

Ya, kira-kira seperti ini. Noordin menerima order dari pihak tertentu untuk melakukan pembunuhan terhadap figur tertentu. Tentu ada sejumlah dana yang diterimanya.

Setelah itu Noordin akan berupaya merekrut orang-orang tertentu yang dianggapnya memiliki pemahaman seputar jihad. Inilah yang menjadi target utama Noordin dalam menjalankan tipu muslihatnya. Orang-orang yang memiliki pemahaman seputar jihad itu dipancing untuk tidak sekadar memegang teguh konsep jihad melainkan masuk ke dalam medan jihad itu sendiri.

Apabila orang-orang tersebut terjebak dalam tipu muslihat Noordin, maka dibuatlah rencana untuk melakukan peledakan atau pemboman. Sepintas targetnya adalah orang-orang asing atau infrastruktur milik asing atau berbau asing. Tetapi sesungguhnya ada target khusus yang diincar Noordin berdasarkan order yang diterimanya.

Ketika kemudian aksinya berjalan mulus dengan hancurnya infrastruktur, terbunuhnya pelaku pemboman, terbunuhnya target khusus dan terbunuhnya sejumlah orang-orang yang tidak bersalah, maka selesailah tugas atau order tersebut.

Aksi semacam ini sepintas adalah terorisme. Tetapi mungkin lebih tepatnya kriminalitas berbalut terorisme. Dengan kata lain, aksi sesungguhnya adalah membunuh figur tertentu tetapi melalui rancangan besar seolah terorisme yang berdasarkan keyakinan agama.

Tentu saja ini sekadar dugaan yang belum pasti kebenarannya. Tetapi agaknya kita patut pula menyikapi secara lebih bijak mengingat salah seorang  korban meninggal dalam bom JW. Marriott 17 Juli lalu adalah seorang presiden direktur PT. Holcim Indonesia yaitu Timothy D. Mckay. Bukankah belum lama ini ada ribut-ribut soal dugaan kartel semen? Memang sempat pula muncul dugaan bom tersebut akan disasar ke arah pemain Manchester United yang akan menginap di Ritz Carlton.

Namun yang pasti, apapun target sang pelaku pemboman terhadap JW.Marriott 2003 dan 2009 telah membunuh 2 orang presiden direktur, yaitu Hans Winkelmolen (presiden direktur Rabobang) dan Timothy Mckay.

Inilah yang kemudian dalam pandangan saya membentuk semacam paradigma (baru) peledakan bom bunuh diri di Tanah Air.

BaNi MusTajaB

@

Terima kasih untuk Teguh, Indra, Anto  dan K.Sifitas (Kelompok Studi Integratif filsafat, tasawuf dan sains)

Posting terkait:

Jebolnya Pertahanan Gaib Hotel  JW.Marriott

Jejak Makam Keramat Di sekitar JW.Marriott-Ritz Carlton

Tragedi Menjelang Hari Kemerdekaan (JW.Marriott-Ritz Carlton)

 

Penulis: M Agus Siswanto

https://gus7.wordpress.com (Blog BaNi MusTajaB). Blog ini sekadar kumpulan tulisan pribadi maupun orang lain. Tentu yang saya anggap menarik. Terkadang ada tulisan ringan, tapi tidak sedikit yang bikin pusing. Semoga bermanfaat. Aamiin. Penulis: M Agus Siswanto Mantan Jurnalis Majalah Misteri,Jakarta. email: maniakgaib@gmail.com 08176645205

12 tanggapan untuk “PARADIGMA (BARU) BOM JW.MARRIOTT”

  1. N M Top lebih pantas disebut sebagai “BISNIS TERORISME” maaf kurang berkenan dengan istilah “makelar …” … mari kta tempatkan Jihad pada arti dan makna sesungguhnya ..

    Salam
    @
    Terima kasih Pak Kopral atas usulannya.

    Suka

  2. waaah jd malu 🙂 .. paradigma yg pak MustajaB sepatutnya menjadi gagasan yang terus di”usung” sebagai counter atawa setidaknya pembanding agar arus “isu” terorisme yg menyudutkan Islam tdk menjadi satu2nya teori yg dikonsumsi oleh khalayak publik.

    saya dpt info bahwa banyak juga “intelijen bayaran” bergentayangan di Indo .. mungkinkah ini berhubungan ?

    hatur nuhun
    @
    sami sami kang

    Suka

  3. hmmmm jadi ingat korban lapindo yang lebih sengsara,,, bukankah perusahan penyebab tragedi lapindo lebih pantas di sebut teroris.berdarah dingin?

    Suka

  4. kadang pemberitaan mengarahkan selalu ke Noordin dan JI
    Tapi yang sebenarnya entahlah
    Kita hanya berharap, tak ada lagi teror semacam ini

    Suka

  5. … salam kenal Mas, kemungkinannya terlalu banyak memang ya, tapi ya bisa jadi kalo itu memang kerjaan western people juga…saya juga gak yakin kalo itu kerjaan Alqaida atau apalah…bisa saja itu fiktif saja, kalo calon pengantin memang yakin banget kalo Noordin murni menjalankan jihad, tapi kalo Noordinnya kan blm tentu. Bisa saja dia profesional berikut membrainwash anak buah seolah-olah dia murni Islam. Nah ini yang sangat bahaya untuk umat Islamnya. Noordin mati bisa juga permainan alias kontrak sudah habis dan mungkin2 saja akan diganti dengan yang baru, ya mudah2an tidak. Suatu contoh begitu WTC di bom, semua pemikiran bodoh akhirnya malah yang kemungkinan besar menjadi benar. Bahwa gedung itu memang sudah di instal terlebih dahulu dengan bom jadi bukan kerjaan orang Muslim. Logikanya gak ada yg masuk soalnya. Gedung itu sudah dihitung2 tidak akan runtuh kalo hanya tertabrak pesawat.Termasuk pentagon yg di bom, ya kerjaan mereka sendiri.Karena setelah dicek bukan pesawat angkutan u/manusia (tidak ditemukannya koper) melainkan stealth.Berarti mereka memang mau cari musuh yaitu Islam. Ya mungkin ini juga simbol2 dajal yang nyata. Conspiracy tingkat tinggi rela mengorbankan ribuan org mati. Supaya masyarakat percaya bahwa musuh mereka Islam. Tapi anehnya perkembangan pemeluk Islam malah semakin banyak. Paling terlihat di London pemeluk Islam maju pesat.

    Suka

  6. pemboman yang terjadi di Indonesia, bukan di dalangi oleh umat islam tapi merupakan konspirasi yang dilakukan Amerika LAKNATULLAH!

    Suka

Tinggalkan komentar