PRESIDEN PILIHAN TUHAN: SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Nomor urut peserta Pilpres 2009 telah ditetapkan. Siapapun sepakat, nomor urut tidak memengaruhi dukungan masyarakat terhadap pilihannya. Semua nomor memiliki peluang sama untuk menang.

Dengan kata lain, angka genap atau  ganjil tidak membawa keberuntungan apapun. Istilah genap dan ganjil sekadar pembeda dalam rumusan matematika dan tidak terkait dengan takdir, nasib atau keberuntungan.

Namun pemahaman terhadap angka tentu berbeda. Terutama pihak yang berkepentingan dengan urutan nomornya. Mengapa demikian?

Sebab salah satu pasangan yang mendapat nomor urut 2, yaitu SBY-Boediono menilai nomor tersebut merupakan pilihan Tuhan.

Undian nomor urut

Sebagaimana kita saksikan di layar TV, ketiga pasangan capres-cawapres hadir di kantor KPU mengikuti undian nomor urut pilpres.

Pasangan pertama yang maju mengambil nomor undian adalah Jusuf Kalla bersama Wiranto. Hasilnya, gulungan kertas yang dibawa Jusuf Kalla bernomor urut 3.

Selanjutnya, Megawati didampingi Prabowo berjalan ke arah kotak berisi 2 gulungan kertas. Hasilnya, nomor urut 1.

Berikutnya Susilo bambang Yudhoyono mengambil sisa gulungan kertas di dalam kotak. Tentu saja nomor urut 2 yang tersisa.

Tidak ada yang istimewa dalam acara itu, kecuali pertemuan antara SBY dan Megawati. Kedua tokoh yang pernah bersitegang beberapa tahun lalu ini tampak akrab dan saling melempar senyum (persisnya saya kurang faham, apa tersungging senyum diantara mereka).

Tetapi bukan dalam kaitan tersebut tulisan ini dibuat. Melainkan perkataan SBY yang diucapkan dihadapan pendukungnya.

Pilihan Tuhan?

Usai acara, SBY menemui kader dan koalisi parpol pendukungnya di PRJ, Kemayoran.

Dalam sambutannya SBY berkata, “Begitu kita mengambil nomor sebenarnya kita tidak memilih karena kita giliran yang ketiga. Yang kesatu telah memilih, yang kedua memilih. Kita tinggal menerima. Yang memilih Tuhan.”

Apa yang dikatakan SBY tersebut sah-sah saja. Tidak ada yang salah dengan perkataan itu. Meskipun demikian, perkataan: Yang memilih Tuhan atau Tuhan yang memilihkan memiliki kesamaan makna dengan perkataan sebagai berikut.

Yang memilih nomor 2 adalah Tuhan, maka yang memilih nomor 1 dan 3 adalah bukan Tuhan atau selain Tuhan.

Tuhan yang memilihkan nomor 2, maka yang memilihkan nomor 1 dan 3 bukan Tuhan atau selain Tuhan.

Dengan kata lain, siapapun yang memilih nomor 2, maka pilihannya sama dengan pilihan Tuhan. Sebaliknya, mereka yang tidak memilih nomor 2 sama saja dengan tidak memilih pilihan Tuhan.

Tentu saja hal ini dapat merisaukan siapapun juga.

Padahal sebelumnya Majelis Ulama Indonesia telah menganjurkan agar dalam kampanye tidak menggunakan atau mengutip simbol-simbol agama, apalagi mengutip ayat-ayat suci Al Qur’an.

Perkataan SBY tidak mengutip ayat-ayat suci, namun dengan menyebut kata Tuhan, jelas merupakan bentuk kecerdasan tersendiri dalam menyiasati himbauan MUI tersebut.

Tetapi biarlah hal itu menjadi rahasia SBY.

Saya hanya ingin menuangkan pendapat seputar Presiden Pilihan Tuhan atau lebih tepatnya Pemimpin Pilihan Tuhan.

Beberapa tahun lalu, SBY (saat itu baru saja mundur dari jabatan menteri pada Kabinet Gotong Royong) menghadiri peringatan maulid Nabi Muhammad SAW di Majelis Taklim Habib Ali Alhabsyi Kwitang, Jakarta Pusat. Diantara perkataan sambutannya, SBY mengaku terinspirasi perjuangan Rasulullah SAW dalam mengatur ummatnya. Pada saat itu pula SBY secara gamblang mengemukakan niatnya mencalonkan diri dalam pilpres 2004.

Itulah deklarasi pertama SBY sebagai calon presiden. Diantara yang hadir saat itu adalah Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Ali Al Habsyi.

Perkataan SBY yang merasa terinspirasi perjuangan Rasulullah SAW tentu dengan sendirinya mengandung konsekwensi agar di dalam melaksanakan jabatannya sebagai presiden semaksimal mungkin meniru Rasulullah SAW.

Tentunya ada banyak kisah seputar perjuangan Rasulullah SAW dalam memimpin bangsa Arab yang semula berada dalam zaman jahiliyah menjadi zaman penuh rahmat.

Tetapi saya tidak hendak menuliskan seputar perjuangan Rasulullah SAW.

Saya hanya ingin menegaskan, selama 5 tahun terakhir (pemerintahan SBY dan JK) nyaris tidak ada hal yang dapat menyamai pola kepemimpinan Rasulullah SAW. Bahkan tak sanggup pula mengikuti jejak kepemimpinan Khulafaur Rasyidin: Abu Bakar Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Ibarat kata: jauh panggang dari api.

Satu contoh saja, bagaimana tragedi Lumpur di Porong Sidoarjo tidak terselesaikan hingga kini. Bahkan mungkin hingga 50 tahun ke depan, korban tragedi itu masih belum dapat keadilan yang selayaknya.

Mereka yang tergabung dalam Lapindo Brantas tentulah orang cerdas dan berpendidikan namun telah salah dalam menentukan titik open holes/drill hingga berujung pada munculnya tragedi kemanusiaan terbesar dalam sejarah bangsa ini. Tetapi sangat disayangkan mereka yang terlibat langsung tidak diseret ke meja hijau dan atau mendekam di balik jeruji besi. Mereka mencuci tangan dari kesalahan dan kebodohannya sendiri. Tragedi yang sangat sulit dilepaskan dari nama besar Bakrie itu mungkin dalam masa 50 tahun ke depan orang akan mengenang tragedi itu dengan sebutan Lumpur Bakrie.

Di samping itu,  di blog ini ada pula banner: Koruptor Buron. Nyatanya tak satupun yang tertangkap. Mestinya Densus 88 dikerahkan untuk meringkusnya. Bukankah koruptor sama dengan teroris?

Maka dari itu, tanpa ragu saya mengatakan bahwa SBY dan JK gagal memberikan rasa keadilan terhadap korban Lumpur Bakrie.

ISYARAT KEMENANGAN: WAJAH SBY MUDA MENAWAN

Tetapi saya tidak bermaksud mendiskreditkan SBY. Oleh karena itulah saya hendak menuturkan pula sebuah cerita yang mengisyaratkan kemenangan SBY dalam Pilpres 2009.

Isyarat ini tidak terkait dengan hasil polling apapun. Bahkan tidak juga terpengaruh dengan pendapat para pakar manapun.

Isyarat ini datangnya dari sebuah mimpi. Ya, sekadar bunga tidur yang dialami seorang teman. Sebut saja namanya Teguh.

Mimpi Teguh cukup menarik buat saya. Karenanya, saya tidak ragu menuliskannya di sini. Benar atau salah mimpi itu, tidak penting.

Teguh menjelaskan, ketika itu sekitar pukul 01.00 malam, dirinya sedang berada di samping teras rumah. Sambil tiduran di atas lembaran tikar, wajahnya mengarah menatap angkasa.

Anehnya, antara sadar dan tidak, dirinya tiba-tiba merasa sedang berada di makam Rasulullah SAW. Tepatnya di Raudhah. Makam ini berada dalam Kompleks Masjid Nabawi di Madinah. Raudhah merupakan lokasi asli masjid yang digunakan Rasulullah SAW saat masih hidup.

Ketika itu dirinya berada persis di depan makam Rasulullah SAW. Duduk dilantai karpet berwarna dasar putih dan bermotif bunga berwarna hijau.

Pada saat duduk tersebut, dia sesekali melirik ke arah kanan dan kiri sekitarnya. Ketika pandangan wajahnya mengarah ke kanan, dia terkejut melihat sosok SBY berada sejajar dengan posisi duduknya. Posisi SBY berada persis di depan mimbar khotbah, sekitar 15 meter dari posisi Teguh.

Meskipun SBY berada di depan mimbar khotbah, tetapi kepala SBY menoleh ke samping kiri menatap makam Rasulullah SAW. Saat itu Teguh melihat jelas wajah SBY bersinar terang.

‘”Saya lihat wajah SBY sangat muda dan bersinar terang. Sepintas mirip pria berusia 30-40 tahun,” ujar Teguh mengenang pengalaman anehnya.

Wajah SBY yang menatap ke arah makam Rasulullah SAW tersebut membuat Teguh leluasa memerhatikan ekspresi tatapan SBY.

Kejadian aneh itu berlangsung beberapa menit saja. Tiba-tiba pandangannya kosong. Suasana pun hening.

Ketika pandangannya hilang, seketika terdengar bisikan halus berisi kata-kata: “Perhatikan kisah Nabi Yusuf Alaihissalam. Dia bendahara kerajaan.”

Tentu saja Teguh tersentak kaget mendengar bisikan halus tersebut. Dia segera bangkit dari posisinya dan masuk ke dalam rumah.

Sejak kejadian aneh itu, teguh secara intens membaca kisah Nabi Yusuf As dari berbagai buku yang dimilikinya.

“Apa kesimpulan yang Anda dapatkan?”Tanya saya.

“Salah satu kelebihan Nabi Yusuf Alaihissalam adalah program efisiensi di semua bidang. Terutama bidang pangan. Itulah sebabnya, ketika terjadi kemarau panjang selama 7 tahun, masyarakat tidak kelaparan sebab masih ada persediaan makanan di gudang,” jawab Teguh.

“Terkait dengan sosok SBY, maka saya yakin SBY akan melanjutkan jabatannya. Dalam periode keduanya ini, SBY akan menjalankan kebijakan efisiensi tinggi. Persis seperti yang dilakukan Nabi Yusuf Alaihissalam,” ujarnya yakin.

Dari uraian di atas, kombinasi dari perkataan SBY seputar pilihan Tuhan dan mimpi seorang teman tentang SBY di Raudhah, agaknya cukup meyakinkan saya tentang kemenangan SBY dalam Pilpres 2009.

Persoalannya, apakah SBY (dan Boediono) mampu menjalankan pemerintahan sebagaimana Nabi Yusuf Alaihissalam yang adil dan bijaksana?
Wallahualam bissawab.

BaNi MusTajaB

SBY-banimustajab5

majelis dzikir SBY Nurussalam-banimustajab

Majelis Dzikir SBY Nurussalam dalam sebuah acara.

Tampak Hatta Rajasa dan Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Ali Al Habsyi.

Penulis: M Agus Siswanto

https://gus7.wordpress.com (Blog BaNi MusTajaB). Blog ini sekadar kumpulan tulisan pribadi maupun orang lain. Tentu yang saya anggap menarik. Terkadang ada tulisan ringan, tapi tidak sedikit yang bikin pusing. Semoga bermanfaat. Aamiin. Penulis: M Agus Siswanto Mantan Jurnalis Majalah Misteri,Jakarta. email: maniakgaib@gmail.com 08176645205

9 tanggapan untuk “PRESIDEN PILIHAN TUHAN: SUSILO BAMBANG YUDHOYONO”

  1. Di Balik Wajah Santun SBY
    Raden Trimutia Hatta
    Susilo Bambang Yudhoyono
    (inilah.com/ Wirasatria)

    INILAH.COM, Jakarta – Kesantunan kini menjadi ikon dari capres SBY yang acapkali menggembar-gemborkannya. Namun ternyata, apa yang digemborkan tak sejalan dengan apa yang dilakukannya. Ada apa di balik kesantunan itu?

    Berdasarkan riset Strategy Public Relations (PR) terhadap 1.689 berita dalam kurun 1 Juni hingga 22 Juni 2009 dari delapan koran terbitan Jakarta dan tiga media online menunjukkan, SBY-Boediono mendapat serangan kampanye negatif sebanyak 163 kali dan menyerang 128 kali, sedangkan Jusuf Kalla-Wiranto (JK-Win) 89 kali menyerang dan diserang, serta Megawati-Prabowo (Mega-Pro) menyerang sebanyak 78 kali dan diserang 67 kali.

    Hasil analisa Strategy PR, berita-berita yang berisi kampanye negatif terhadap JK-Win bersumber dari kubu SBY-Boediono dengan prosentase 79,8 persen dan dari kubu Mega-Pro hanya menyumbang 4,5 persen. Sementara, berita yang bermuatan kampanye negatif terhadap SBY-Boediono ternyata sumber terbesarnya dari JK-Win yaitu 52,1 persen dan dari kubu Mega-Pro sebesar 45,4 persen.

    Sedangkan 85,1 persen berita yang bermuatan kampanye negatif terhadap Mega-Prabowo disumbang oleh kubu SBY-Boediono. Dan dari kubu JK-Wiranto hanya menyumbang 3% bagi kampanye negatif Mega-Prabowo.

    Di mata pakar filsafat politik UI Rocky Gerung, hasil survei itu menunjukkan selama ini kesantunan yang selalu diucapkan SBY tak lebih dari sekadar topeng belaka. Apa yang diucapkan SBY ternyata tidak sejalan dengan fakta di lapangan.

    “Memang kesantunan itu hanya sebuah topeng saja jadinya, untuk menyembunyikan kebenaran yang ada. Demi kemenangan strategi kompetitor dihalangi dan demi yang substansial, yang kultural menjadi pagar,” kata Rocky.

    Ia menilai, dengan adanya hasil risat Strategi PR itu juga menunjukkan kegagalan dari tim kampanye SBY-Boediono dalam menjalankan strategi kampanye. Sebagai incumbent, SBY itu seharusnya lebih banyak bertahan ketimbang menyerang.

    Untuk itu, sambungnya, bila selama ini SBY ditampilkan sebagai objek penzaliman tapi ternyata paling banyak menyerang, telah menunjukkan ada kekeliruan pencitraan yang dilakukan SBY. “Tim suksesnya perlu dievaluasi itu dan memang kalau dilihat dari pemberitaan di media, JK yang paling menahan diri,” paparnya.

    Berbeda dengan Rocky, pengamat politik LIPI Lili Romli berpendapat apa yang dilakukan SBY bersama timnya selama ini bukanlah merupakan sesuatu yang melanggar etika kesantunan. Sebab, yang terjadi saat ini adalah kampanye sebatas perang kata dan simbol.

    “Ini hal yang wajar dilakukan oleh para kubu capres dan cawapres dalam kampanye negatif. Dimana persoalan menyerang dan diserang merupakan bagian dari pendidikan politik yang tidak melanggar etika kesantunan,” ungkapnya

    Wakil Ketua Partai Demokrat Achmad Mubarok sendiri menampik bila kesantunan SBY hanyalah sebuah topeng. Sebab, yang paling banyak menyerang itu adalah tim kampanye SBY-Boediono bukan SBY secara pribadinya sendiri.

    “Kalau dari SBY itu yang menyerang bukan dari Pak SBY-nya langsung tapi timnya dan itu bukan kehendak Pak SBY. Pak SBY sendiri selalu menegur timnya yang kurang proporsional. Kalau dari kubu JK-Wiranto, justru yang paling banyak menyerang itu JK-nya langsung. Sama halnya dengan kubu Mega-Prabowo yang menyerang langsung itu adalah Mega dan juga Prabowo-nya langsung,” katanya Guru Besar Psikologi Islam UIN Jakarta ini.

    Untuk itu, menurutnya, kalau yang dipakai ukurannya adalah serangan kandidat terhadap kandidat, maka SBY akan jadi yang paling sedikit menyerang. Mubarok mengakui, penyebab banyaknya serangan dari kubu SBY-Boediono itu berasal dari Jubir SBY-Boediono, Rizal Mallarangeng.

    Selama ini, lanjut Mubarok, internal Partai Demokrat selalu merasa resah dengan manuver-manuver yang dilakukan Rizal. “Rizal itu telah dianggap merusak citra SBY, mungkin karena itu SBY-Boediono jadi yang paling banyak menyerang. Kita juga sudah minta agar Rizal mengubah gaya berkampanyenya,” cetusnya.

    Batas kesantunan dalam berpolitik memang tidak jelas. Sesuatu yang dianggap santun belum tentu dianggap sama oleh pihak lainnya. Terlepas dari itu, seyogianya seorang pemimpin harus satu kata satu perbuatan, tanpa harus memakai topeng.[L4]

    Suka

  2. SBY berkata, “Begitu kita mengambil nomor sebenarnya kita tidak memilih karena kita giliran yang ketiga. Yang kesatu telah memilih, yang kedua memilih. Kita tinggal menerima. Yang memilih Tuhan.”

    Saya juga merasakan hal yang sama, Bang. Sebuah kalimat yang seharusnya gak pantas. Amat disayangkan…

    New post: REKOR ALAM INDONESIA

    Suka

  3. Ping-balik: Pemilih.com

Tinggalkan komentar