Ketika Kita Harus Memilih Gita Wirjawan

Persepsi terhadap sesuatu hal sangat terasa ketika berhadapan dengan banyak pilihan. Lebih terasa lagi jika pilihan-pilihan yang ada semuanya baik dan layak. Sedangkan kita dituntut untuk memilih satu saja diantara pilihan yang ada.


Pada dasarnya, kehidupan manusia ini dihadapkan pada banyak pilihan. Karena manusia memang memiliki kebebasan untuk memilih apapun yang disukainya. Umumnya, pilihan ini terkait dengan persepsi orang tersebut terhadap kenyataan, meskipun bukan pada kenyataan itu sendiri.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa persepsi adalah proses pada diri seseorang dalam menerima dan menafsirkan kesan yang diterima. Persepsi ini akan berproses di dalam diri seseorang seiring dengan perjalanan waktu. Di sini, pikiran, perasaan dan pengalaman setiap orang berperan aktif dalam membentuk persepsi. Itulah sebabnya, seringkali kita menyaksikan sebuah realitas, kenyataan atau obyek yang sama tetapi dipersepsikan dengan cara berbeda.

Dalam hal persepsi ini, saya punya pengalaman pribadi. Beberapa tahun lalu, saya pernah bekerja di perusahaan tambang batu bara di Samarinda, Kalimantan Timur. Pada awalnya, situasi pekerjaan membuat saya tersiksa. Terutama menyangkut aspek fisik yang melelahkan serta rekan kerja dan atasan cenderung bersikap keras dan kasar. Saat itu saya memiliki persepsi buruk tentang pekerjaan, rekan kerja dan atasan.

Tetapi saya menyadari bahwa kenyataan itu hanya ada dalam persepsi. Oleh karenanya, saya segera mengubah persepsi. Seiring perjalanan waktu, saya merasakan kenyamanan. Rekan kerja dan atasan menjadi akrab dan pekerjaan yang menguras fisik tidak terasa melelahkan.

Mengubah persepsi, tentu saja, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Melainkan butuh proses yang tidak sebentar. Tetapi saya mengawalinya dengan selalu berprasangka baik (husnudzhon). Khususnya berprasangka baik kepada Tuhan. Sikap ini sangat membantu dalam mengubah persepsi terhadap sesuatu. Prasangka baik ini juga dapat melahirkan pikiran positif dalam diri.

Diantara pilihan-pilihan

Persepsi terhadap sesuatu hal sangat terasa ketika berhadapan dengan banyak pilihan. Lebih terasa lagi jika pilihan-pilihan yang ada semuanya baik dan layak. Sedangkan kita dituntut untuk memilih satu saja diantara pilihan yang ada.

Seandainya pilihan tersebut terhadap suatu obyek berupa benda, tentu tidak terlalu merisaukan jika kemudian pilihan itu tidak sesuai dengan harapan. Tetapi persoalan menjadi berbeda ketika pilihan itu terhadap obyek yang bernama manusia.

Karena itulah, dalam ajaran Islam dikenal suatu cara dalam memilih, yaitu melalui shalat istikharah. Cara ini dilakukan untuk memilih pilihan yang terbaik diantara pilihan lain yang tergolong baik. Shalat istikharah dilakukan untuk memilih jodoh, pekerjaan atau bisnis yang cocok dan lain-lain.

Dalam hal pilihan inilah, persepsi kita terhadap obyek yang akan dipilih menjadi sangat penting. Apalagi jika obyek yang dimaksud adalah seseorang yang memiliki tekad kuat untuk memimpin negeri berpenduduk sekira 250 juta ini.

Gita Wirjawan

Seseorang yang saya maksud adalah Gita Wirjawan. Pria berusia 48 tahun yang namanya mulai dikenal luas setelah masuk bursa konvensi calon presiden dari Partai Demokrat. Meskipun saat ini masih menjabat Menteri Perdagangan dalam Kabinet SBY jilid 2, tetapi tampaknya Gita merasakan atau melihat sesuatu yang dapat dilakukan lebih dari sekadar menjadi menteri. Setidaknya itu yang dapat saya amati saat membuka situs pribadinya di gitawirjawan.com.

Tentu saja untuk saat ini ada banyak orang yang memandangnya sebelah mata. Tetapi, sebagaimana saya tulis di awal, semua ini terkait dengan persepsi kita terhadap sesuatu hal.

Persepsi yang beragam dalam memandang Gita, terutama menyangkut jejak rekamnya dalam membangun bangsa ini, merupakan sesuatu yang wajar saja. Setiap individu memiliki persepsi yang berbeda terhadap sosok suami dari Yasmin Stamboel Wirjawan ini.

Meskipun proses pemilihan itu belum tiba, tetapi kita sudah dikejutkan ketika pria ini tiba-tiba saja mengajukan diri dalam sebuah konvensi partai untuk dipilih dalam bursa calon presiden pada pemilu mendatang.

Di sinilah persepsi kita terhadap Gita dimulai. Dengan kata lain, kita tidak lagi memandang sosoknya yang hanya mengepalai sebuah kementerian, melainkan juga merasakan tekadnya untuk memimpin negeri ini. Sebab, seperti kata Gita, “You’re bigger than what you think you are”. Kamu lebih besar dari apa yang kamu pikirkan dan Berani Lebih Baik.

Persepsi terhadap Gita menjadi sangat penting ketika kita berada pada tahap harus memilih. Seandainya Gita terpilih dalam konvensi partainya nanti, tentu kita harus menerimanya sebagai seorang calon pemimpin negeri diantara pilihan-pilihan yang ada.

Agus Siswanto

Gita Wirjawan bersama isteri, Yasmin Stamboel Wirjawan

Penulis: M Agus Siswanto

https://gus7.wordpress.com (Blog BaNi MusTajaB). Blog ini sekadar kumpulan tulisan pribadi maupun orang lain. Tentu yang saya anggap menarik. Terkadang ada tulisan ringan, tapi tidak sedikit yang bikin pusing. Semoga bermanfaat. Aamiin. Penulis: M Agus Siswanto Mantan Jurnalis Majalah Misteri,Jakarta. email: maniakgaib@gmail.com 08176645205

16 tanggapan untuk “Ketika Kita Harus Memilih Gita Wirjawan”

  1. hmmm.. mungkin krn sy sudah muak dgn pemerintah dan segala birokrasi dan ulah korupsi para pemimpinnya, sy pesimis dgn org yg tetap bersih ketika dia sudah jd pemimpin. korupsi itu sudah mjd suatu sistem, jika ad org yg bersih yg di sistem mewajibkan dia korupsi, maka takkan ad yg bisa menghindarinya.

    Suka

  2. Jadi Mentri aja ga ada terobosan yang signifikan,apalagi jadi Presiden….apa ga nongkrong aja di Istana Presiden????

    Suka

Tinggalkan Balasan ke Papuyu Bagincu Batalkan balasan