GAZA JATUH, MESIR MENANG DAN INDONESIA TERSENYUM

Sabtu 17 Januari 2008, balatentara Israel masuk kota Gaza. Tidak ada lagi perlawanan Mujahid Palestina, khususnya Hamas, yang dapat menghambat laju kendaraan lapis baja Israel.

Serangan udara berhenti dan tidak ada lagi fosfor berhamburan di angkasa. Semua seolah sudah selesai. Korban mungkin bertambah sebagai akibat pemboman sebelumnya dan bukan serangan yang baru. Israel memutuskan gencatan senjata pada Minggu pukul 02 pagi waktu Gaza (OO.OO GMT).

Singkatnya, Israel berhak mengklaim keberhasilannya meluluhlantakkan Gaza. Menghancurkan segalanya dan membunuh lebih dari seribu manusia. Sebuah prestasi kezaliman yang dipertontonkan dihadapan dunia yang beradab.

Tapi begitulah yang terjadi. Tidak ada satupun yang dapat menghentikan kebuasan mereka. Tidak PBB, tidak Liga Arab, tidak Uni Eropa dan atau apalagi Indonesia.

Boleh jadi Amerika bangga melihat karya bengis bangsa Yahudi. Sebagaimana ditunjukkan Walikota New York. Dan inilah hadiah terindah bagi George Walker Bush sebelum mengakhiri kekuasaannya.

Semua sudah berlalu. Setidaknya untuk sementara ini. Mujahid  Palestina yang diwakili HAMAS dengan sangat terpaksa mengakui keunggulan peralatan tempur Israel dan bukan kemampuan tempur tentaranya, IDF.

Mujahid Palestina tidak dapat berbuat banyak menghadapi gempuran udara, laut dan darat dari segala penjuru. Sejak 27 Desember 2008 hingga 17 Januari 2009 atau 22 hari, setidaknya tercatat 1206 jiwa syahid, termasuk 410 anak-anak. Dan sekitar 5300 orang terluka.

Sementara Mujahid Palestina hanya memiliki roket yang tidak mematikan bagi pihak lawan. Tidak lebih dari 13 manusia Israel yang tewas.

Tapi inilah realita yang harus dihadapi bangsa Palestina. Sebuah pelajaran pahit yang kerap terulang dalam perjalanan sejarahnya.

Pada awalnya PLO begitu kuat, kukuh dan tidak tergoyahkan. Tetapi kemudian pecah menjadi 2 kelompok yang saling bertentangan, Fatah dan Hamas. Fatah mengakui Israel dan Hamas hendak menghapus Israel dari Peta Bumi.

Sungguh berat perjuangan Hamas. Meski semangat dan idealismenya begitu kuat tercantum dalam Piagam Hamas, namun lagi-lagi angkatan perangnya tidak didukung peralatan modern. Bahkan meskipun mendapat sokongan dari Negara lain. Tetap tidak mampu menandingi Israel yang didukung Amerika.

Hamas menghadapi dilema pula dengan Mesir yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel yang dengan sendirinya mengakui keberadaan Negara Yahudi itu.

Tentu saja Mesir tidak menginginkan korban berjatuhan di kalangan bangsa Palestina. Tetapi Mesir tidak mungkin pula mendukung Hamas yang tidak mengakui Israel.

Mesir hanya berupaya keras agar tidak ada lagi genosida di Gaza. Dan itu hanya bisa dilakukan dengan menekan Hamas untuk tidak melontarkan roketnya ke Israel.

Tentu saja dilema berat bagi Mesir melihat saudaranya sesama Muslim menjadi korban kekejian Israel.

Tetapi saya menilai, genosida di Gaza ini berakhir lantaran peran Mesir yang berhasil membujuk Israel untuk tidak meneruskan aksi barbarnya. Tentu dengan sejumlah persyaratan yang diajukan Israel dan harus disetujui Hamas. Begitupula sebaliknya.

Meski tentu saja persyaratan yang diajukan Hamas, seperti mundurnya Israel dari Gaza dan pembukaan perbatasan, tidak terlalu digubris Israel. Tetapi setidaknya, Hamas tidak melontarkan roket lagi ke Israel.

Demikianlah, arena pembunuhan yang sangat mengerikan terjadi di awal tahun baru 1430 Hijriah dan tahun baru 2009 Masehi. Ribuan nyawa menjemput syahid dan ribuan lagi masih menderita luka pedih tak terperikan.

Masyarakat negeri ini, negeri tercinta Indonesia, nyaris menjadi penonton setia televisi. Sekadar menyaksikan hari demi hari, malam demi malam, tontonan pembunuhan manusia di negeri para Nabi itu.

Tetapi yang sungguh sangat menyakitkan. Ketika tahun baru Masehi tiba, segala rupa aneka hiburan tetap meriah. Tidak ada yang sepi. Semua ramai membakar kembang api dan bergembira. Di Ancol pun goyang dangdut Rhoma Irama tetap nyaring bergema, meski pada saat yang sama ribuan orang meregang nyawa di Gaza.

Hotel-hotel penuh. Diskotek ramai pengunjung. Kemesuman dan perzinahan berlangsung seperti biasanya. Meski pada saat yang sama, saudara-saudaranya di Palestina berteriak-teriak ketakutan, kesakitan.

Bahkan yang sungguh sangat menyakitkan. Ketika ada ribuan orang melakukan aksi demonstrasi menentang kezaliman bangsa Yahudi, aksi itu malah dituduh mendahului kampanye. Sesuatu yang diharamkan pemerintah. Malang benar PKS. Niatan yang tulus tidak selalu dianggap baik bagi yang lain.

Entahlah. Sejujurnya saya bingung. Bentuk kepedulian macam apa yang pantas ditunjukkan untuk memperlihatkan sekadar solidaritas terhadap bangsa Palestina yang sedang teraniaya itu. Membawa bendera sebuah partai dianggap salah. Lalu bagaimana dengan partai yang lain? Diam. Khawatir melanggar aturan atau memang tidak peduli?

Padahal pemerintah negeri ini pun seolah terkesan berbisik saja melihat pembantaian di Gaza. Tidak ada suara keras atau kecaman yang menentukan. Tidak mengirim menteri luar negeri ke Amerika untuk membujuk pemerintah adidaya itu agar Israel mau menghentikan kejahatannya. Atau mengirim menteri yang lain ke Eropa untuk maksud yang sama. Yang ada malah sibuk memuji keberhasilan diri sendiri. Ah, Andi Mallarangeng. Anda gemar memuji.

Benar bahwa Alwi Shihab, ketua DPR dan Ketua MPR mencari solusi dengan mengunjungi Timur Tengah. Tetapi eksekutif negeri ini tidak mengunjungi Amerika atau Eropa untuk mencari solusi yang sama. Dan tidak sekadar menelpon ke Perancis atau berkirim surat ke PBB yang tentunya kurang berarti bobot nada dan kualitasnya.

Negeri ini memang sedang sibuk dengan naik dan turunnya BBM, kekurangan gas, dan sejumlah masalah pelik menyangkut korupsi yang tidak berkesudahan.

Negeri ini juga sedang sibuk menyambut hajat besar di bulan April. Para calon legislatif yang sedang mempersiapkan diri agar dikenal publik dan rela mengucurkan tabungannya untuk supaya dikenal publik. Baliho, spanduk, dan stiker bertebaran di tepi jalan mempertontonkan gambar diri dan rangkaian janji palsu.

Mereka tidak bersuara untuk saudaranya di Palestina. Iklan televisi bahkan memanipulasi naik turunnya BBM. Sungguh aneh memang. Tetapi memang itulah yang terjadi.

Ketika kekejaman berhenti sementara di Gaza, tentu masyarakat negeri ini bersyukur. Dan para petinggi negaranya tersenyum. Persiapan menyambut hajat Pemilu tidak terganggu. Semua berjalan sesuai rencana.

Sesungguhnya, dalam pandangan saya, kita memang tidak pernah sungguh-sungguh peduli dengan bangsa Palestina. Kecuali tentu di masyarakat saja. Sementara para pengambil kebijakan Negara, eksekutif dan legislatif, cenderung tidak terlalu antusias menanggapinya. Bahkan sikap yang tidak populer pun dipertunjukkan. Seperti menginginkan Israel dikeluarkan dari PBB. Sungguh suatu yang mustahil sebab Israel didukung banyak Negara di Bumi ini.

Tetapi tentu kita bersyukur dengan kepedulian masyarakat terhadap penderitaan di Gaza. Sumbangan dan bantuan mengalir deras. Satu untuk Palestina yang dimotori TV One sangat menggugah nurani kita semua. Para Dokter yang telah lebih dulu menuju Timur Tengah sungguh mulia. Para jurnalis negeri ini yang meliput langsung di arena perang sungguh patut dihargai keberaniannya.

Anak-anak sekolah dasar yang berdemonstrasi di sekolahnya pun sangat menyentuh. Mereka wajib mengetahui penderitaan anak-anak seusianya di Palestina. Nurani mereka harus dibangun untuk saling peduli dengan sesama manusia. Dan bukan berarti memindahkan urusan orang dewasa kepada anak kecil sebagaimana yang diduga Kak Seto.

Kita bersyukur jutaan manusia di Bumi menentang kebiadaban Israel. Kita kagum terhadap sikap Eva Morales dan Hugo Chavez. Sebuah keberanian melawan terorisme negara. Kezaliman harus dihapuskan.

Wahai Rakyat Palestina. Maafkan kami yang tidak berdaya membantu penderitaanmu.

Wahai Rakyat Palestina. Maafkan kami yang tidak berdaya mengurangi penderitaanmu.

Semoga Allah Subhanahu Wata’ala memberkahi perjuanganmu.     Amin.Ya Robbal Alamin

Demikianlah pada akhirnya.

BaNi MusTajaB

Film di bawah ini sangat menyedihkan. Terjadi di Ramallah,Palestina pada 9 Juni 2006. Serangan Israel mengenai sebuah keluarga beranggotakan 7 orang. Namun seorang putrinya selamat. Tangisannya sungguh sangat menyayat hati.