PENUTURAN ISTERI ASY SYAHID HUMAM KHALIL ABU MULAL AL BALAWI: PEMBOM MARKAS CIA DI AFGHANISTAN

Pada Sabtu 9 Januari 2010, TV Al Jazeera merilis sebuah tayangan video yang menunjukkan pengakuan pelaku bom syahid terhadap sejumlah agen CIA di Afghanistan.

Dalam video itu sang pelaku yang diidentifikasi bernama Dr. Humam Khalil Abu Mulal al Balawi mengungkapkan tindakannya antara lain untuk membalas dendam kematian pimpinan Taliban di Pakistan, Baitullah Mehsud.

Serangan bom syahid terjadi pada 30 Desember 2009 dan merupakan serangan paling mematikan terhadap CIA sejak pemboman Kedutaan Amerika di Beirut pada 1983.
Triple Agen Intelijen

Setelah terjadinya serangan di basis CIA (Chapman Camp) di dekat kota Khost Afghanistan, sejumlah pengamat mulai menganalisis latar belakang kehidupannya.
Sejumlah laporan menunjukkan bahwa sebelumnya Humam Khalil dikenal sangat bersimpati terhadap  salah seorang pimpinan nomor 2 Al Qaeda, Ayman al Zawahiri. Dukungannya kepada tokoh al Qaeda itu dilakukannya melalui tulisan-tulisannya di forum dunia maya.

Akibat perbuatannya itu, Humam Khalil sempat mendekam di penjara Yordania. Kemudia dia direkrut sejumlah agen intelijen Yordania (Jordan’s General Intelligence Directorate-GID). Selanjutnya Humam di kirim ke Afghanistan untuk membantu CIA yang merupakan sekutu dekat intelijen GID.

Sebelum terjadinya serangan di Khost, Humam Khalil mengungkapkan kepada sejumlah agen CIA agar dirinya diikut sertakan dalam sebuah pertemuan di Chapman Camp. Dia mengatakan memiliki sejumlah informasi penting seputar Ayman al Zawahiri. Berkat sikapnya yang selama ini dapat dipercaya, dia dapat masuk tanpa pemeriksaan.

Pada 30 Desember 2009, bom syahid meledak menewaskan Humam dan 7 agen CIA. Inilah yang memunculkan dugaan dia seorang triple agen yang mempunyai link dengan al-Qaida, CIA dan GID (intelijen Yordania).

Dan yang pasti, Humam Khalil mencatat sejarah baru betapa organisasi intelijen sekelas CIA dapat ditembus. Di sisi lain, 1 orang agen CIA boleh jadi bernilai sama dengan 100-500 tentara reguler.

Penuturan Sang Isteri
Kasus Humam Khalil cukup menarik dikaji mengingat sosoknya dikenal sebagai seorang yang cerdas dan secara ekonomi kehidupannya mapan. Dia juga dikenal sangat santun, tekun beribadah dan berdisiplin tinggi.

Orang seperti itu mungkin tidak cocok dengan stereotip masyarakat tentang teroris. Bahkan sosok seperti Humam Khalil malahan dianggap menolak segala bentuk terorisme atau kontraterorisme.

Stereotip teroris versi yang kita kenal adalah orang pemarah, frustasi, miskin, bodoh, pengetahuan agama dangkal, pergaulan  sempit, dan lain-lain.

Dr. Humam Khalil lahir di Kuwait pada 25 Desember 1977. Dia dibesarkan dalam sebuah keluarga kelas menengah di Kuwait sampai terjadinya invasi Irak pada 1990. Lalu keluarganya pindah ke Yordania.

Humam Khalil menyelesaikan pendidikan dokter selama 6 tahun di Universitas Istambul Turki pada 2002. Humam menikah dengan gadis Turki, Dafinah Bayrak (Defne Bayrak, 31 tahun) dan memilik 2 anak yang masih berusia 7 dan 5 tahun.

Kisah Humam dan Defne Bayrak juga melintasi batas-batas bahasa dan budaya. Defne Bayrak adalah perempuan Turki yang bekerja sebagai wartawan dan penulis buku berjudul Bin Laden: Che Guevara dari Timur (Osama bin Laden: Eastern Che Guevara). Dia cerdas, berjilbab, moderat dan muslimah yang taat.

Mereka berkenalan melalui chatting di internet. Mereka menikah tahun 2001 saat Humam sedang menyelesaikan studi kedokterannya. Kemudian mereka pindah ke Yordania, di mana kedua anak mereka lahir. Humam bekerja di sebuah klinik pengungsi Palestina dan di University of Jordan Hospital Amman, Yordania. Mereka hidup bahagia dan berkecukupan.

Defne Bayrak mengisahkan bahwa suaminya mulai berubah setelah invasi Amerika ke Irak pada 2003. Sejak itu, Humam sering berbicara tentang perlunya jihad melawan agresor yang menduduki negara Islam. Tetapi dia tidak pernah bergabung dengan organisasi atau kelompok apapun. Sikapnya cenderung konservatif dan tidak ekstrim.
“Dia mengikuti semua perkembangan dari kejauhan, melalui forum online dunia maya. Tulisan dan komentarnya memang tajam. Biasanya dia mengutip ayat-ayat Al Qur’an dan Hadist Nabi yang berbicara tentang perlunya jihad,” kata Defne.

Tanpa sepengetahuan Humam, rupanya forum online itu diamati dan dicermati oleh agen-agen intelijen Yordania (GID) yang dipimpin Ali bin Zaid, sepupu Raja Abdullah.
Suatu ketika Humam mengatakan kepada isterinya bahwa dirinya mencoba menjalin kontak dengan kelompok Ikhwanul Muslimin di Yordania. Terutama yang bergerak di bidang politik tanpa kekerasan. Tetapi hasilnya mengecewakan.

Tentu saja isterinya heran dan bertanya untuk apa repot-repot mendatangi mereka. Saat itu Humam hanya menjawab dirinya hanya datang untuk makan-makan, tetapi tidak untuk bergabung dengan mereka.

Kemudian terjadilah perang Gaza awal tahun lalu. Israel melancarkan serangan dan membunuh ribuan orang di Gaza. Sebagai seorang dokter, Humam aktif sebagai relawan membantu para korban di sana. Namun, dia ditangkap intelijen Yordania (GID).

Humam sempat mendekam di penjara. Diduga, inilah awal Humam direkrut menjadi agen intelijen Yordania sekaligus membantu agen-agen CIA. Humam direkrut untuk bekerjasama dalam penangkapan Ayman Al Zawahiri.
Kemudian dia dikirim ke Afghanistan untuk memberi informasi kepada agen CIA tentang kelompok al Qaeda.

Keluarga Bahagia
Defne Bayrak mengungkapkan bahwa suaminya sangat baik terhadap keluarganya.
“Dia mencintai keluarganya dan perhatian terhadap anak-anaknya. Dia selalu punya banyak waktu untuk kami. Saya sangat bahagia dengan pernikahan kami,” kata Defne.

Menurutnya, Humam jarang keluar rumah. Dia lebih senang menghabiskan waktunya bersama keluarga di rumah. Tetapi sikapnya memang jelas. Humam, seperti juga kebanyakan warga Arab dan Palestina, sangat membenci Amerika.

Pada Maret 2009, Humam pamit pergi ke Pakistan untuk studi spesialisasi pembedahan di sebuah universitas kedokteran. Sambil menunggu kepulangan suaminya, Defne bersama anaknya kembali ke Turki pada bulan Oktober.
Defne sama sekali tidak tahu suaminya dikirim ke Afghanistan oleh GID dan CIA. Meski mereka saling berkomunikasi lewat telpon dan email, dirinya tidak menduga suaminya ada di Afghanistan.

“Saya berbicara dengan suami saya sekitar 6 minggu sebelum syahid, dan dia menulis email kepada saya 10 hari sebelum pemboman itu. Dia mengatakan kepada saya bahwa dia berencana kembali ke Istambul dan ingin memiliki kewarganegaraan Turki,” ujar Defne.
Pada 30 Desember, Defne mendengar adanya ledakan markas CIA di Afghanistan melalui media. Dia juga mendengar adanya korban warga Yordania. Tetapi dia tidak mendapat firasat apapun.

Dua hari setelah pemboman, Defne mendapat telepon gelap dari seseorang di Pakistan. Sang penelepon mengatakan suaminya telah meninggalkan wasiat terakhir dan akan diserahkan kepada dirinya. Dia juga akan  ‘melihat’ ayah anak-anaknya sekali lagi.

“Suami Anda melakukan ini untuk Allah. Kami akan menyiarkan video dari kesyahidan beliau dan akan disambut gembira (dirayakan) di seluruh dunia dan Anda akan menyaksikannya,” kata suara di telepon.

Dafne mengisahkan, dia terkejut oleh berita-berita  yang mengatakan suaminya adalah seorang agen CIA atau agen intelijen Yordania.

“Saya pikir sangat tidak mungkin baginya menjadi agen AS. Dia punya pandangan sangat buruk tentang Amerika. Apalagi bekerja untuk mereka,” kata Defne dengan raut wajah sedih, namun tetap berusaha tegar.
“Andaikata dia benar dimanfaatkan oleh Amerika dan Yordania, pasti dia punya alasan khusus untuk mencapai tujuannya. Tidak mungkin dia melakukan itu tanpa tujuan. Tidak ada yang bisa membuatnya melakukan seperti itu,” lanjutnya.

Ketika ditanyakan kebenaran cerita bahwa suaminya dibayar 500.000 dollar oleh CIA dan 100.000 dollar oleh Yordania untuk melacak pemimpin Al Qaeda, maka Defne hanya menjawab, “suami saya tidak dibayar oleh agen CIA untuk menangkap siapa pun.”

Pada hari Kamis (7-1-2010) lalu, Unit antiteroris Turki mengunjunginya. Sejumlah agen CIA juga hadir. Mereka ingin mengetahui seputar hubungan antara agen Yordania dan Al-Qaeda.

Pada awalnya mereka ragu Defne buka mulut. Tetapi dia malah berkata,”Saya mengundang semua pasukan keamanan datang ke sini untuk berbicara dengan saya. Biarkan mereka datang. Saya tidak akan menyembunyikan sesuatu apapun,” kata Defne.

Ketika wartawan menanyakan perasaannya seputar suaminya yang dijuluki syuhada atau martir, Defne menjawab,
“Saya bukan orang yang tepat untuk mengetahui apakah Jalil (panggilan untuk suaminya) adalah seorang syuhada atau tidak. Tapi aku bangga padanya. Bagaimanapun kesyahidan berada di atas kehormatan keluarga,” katanya meyakinkan. Dia mengaku anak-anaknya belum mengetahui kepergian ayahnya menghadap Sang Pencipta.

“Saya sangat bangga dengan suami saya. Dia telah melakukan tugas besar dalam perang ini. Ya, mudah-mudahan saja Allah SWT menerima pengorbanannya dan menggolongkannya sebagai seorang syuhada,” katanya kepada sebuah Televisi Turki.

Cuplikan Video

Asy Syahid Baitullah Mehsud

Berbicara dalam video yang ditampilkan jaringan Al Jazeera, Humam mengatakan Taliban Pakistan telah memberikan perlindungan untuk para Muhajirin (pejuang Muslim dari luar Afghanistan-Pakistan).

Baitullah Mehsud, pimpinan Taliban Pakistan, tewas pada Agustus oleh rudal yang dilontarkan pesawat tak berawak milik CIA.
“Kita tidak akan pernah melupakan darah pimpinan kami Baitullah Mehsud,”kata Humam, yang memakai topi dan jaket pada klip video berdurasi 1 ½ menit.

“Kami akan selalu menuntut balas dendam untuknya di dalam dan di luar Amerika. Ini adalah kewajiban dari muhajirin yang didukung pimpinan.”
Dalam tayangan tampak Humam agak terbata-bata membaca selembar kertas dalam bahasa Inggris.

Dia juga mengejek pernyataan bahwa AS atau intelijen Yordania telah mempekerjakannya.

“Demi Allah,  para mujahidin tidak akan meletakkan agama pada meja perundingan dan tidak akan menjual agamanya, bahkan jika mereka meletakkan matahari di tangan kanan dan bulan di sebelah kiri,” katanya sambil merujuk pada sebuah hadits.

Humam mengakhiri pernyataan dengan mengatakan Taliban Pakistan di bawah kepemimpinan yang baru, Hakimullah Mehsud, akan berjuang hingga diperoleh kemenangan.

Ayah Humam yang berada di Yordania, mengonfirmasi bahwa pria dalam video itu memang anaknya.
“Dia sangat sedih dengan apa yang terjadi di Irak, pendudukan Palestina dan pembunuhan umat Islam di Afghanistan. Kami tahu dia sangat bersemangat berjuang untuk Allah dan agamanya,” ujar Abu Khalil.

Umat Islam ibarat satu tubuh. Ketika ada bagian yang sakit, maka bagian yang lain juga terasa sakit.

Humam Khalil merasakan sakit itu dan dia memutuskan membantu saudara-saudara Muslimnya di Afghanistan.

Kebahagiaan keluarganya ditinggalkan demi meraih kebahagiaan yang lebih tinggi. Semoga khusnul khotimah.

Illa arwahi Asy Syahid Humam Khalil Abu Mulal al Balawi..al fatihah…

Alloohummaghfir lahu Warhamhu Wa ‘Aafihi Wa’fu ‘ahu, Wa Akrim Nuzulahu, Wa Wassi’ Madkholahu, Waghsilhu Bil Maa’i WatsTsalji Wal Barodi, Wa Naqqihi Minal Khothooyaa Kamaa Naqqaitats Tsaubal Abyadho Minad Danasi, Wa Abdilhu Daaron Khoiron Min Daarihi, Wa Ahlan Khoiron Min Ahlihi, Wa Zaujan Khoiron Min Zaijihi, Wa Adkhilhul Jannata, Wa A’idhu Min ‘Adzaabil Qabri……..

Ya Allah, Ampunilah dia, maafkanlah dia dan tempatkanlah di tempat yang mulia (Surga), luaskan kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan air es. Bersihkan dia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran, berilah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia),……
Amin ya Robbal Alamin

BaNi MusTajaB


video
CIA bomber vowing revenge for Baitullah Mehsud’s death

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.