MENGHIDUPKAN TUHAN LAGI DI BULAN SUCI RAMADHAN

Keberagamaan memiliki beragam bentuk dan semua mengklaim yang paling benar dan memiliki otoritas tertinggi terhadap kebenaran itu.

Realitas itu sah dan wajar dalam kehidupan sepanjang tidak saling mengganggu dan atau memperuncing perbedaan menjadi konflik horizontal. Islam menjelaskannya dalam ayat: Lakum dinukum waliyaddin, bagimu agamamu dan bagiku agamaku.

Keberagamaan memiliki jumlah hampir seluruh manusia. Meski di beberapa tempat ada yang meyakini tidak adanya Tuhan tetapi spiritualitas atau keyakinan terhadap sesuatu Yang Maha Tinggi, entah itu Dewa-Dewa atau apapun tidak dapat dihilangkan dalam diri manusia.

Keyakinan komunis yang hampir tidak memiliki tempat dimanapun tetap menaruh hormat terhadap mereka yang meyakini adanya Tuhan. Contoh Republik Rakyat Cina. Meski secara yuridis negeri itu menolak kehadiran Tuhan tetapi masyarakatnya tidak dihalangi menjalankan keyakinannya menyembah Tuhan.

Mata uang Amerika Serikat bahkan mencantumkan kata-kata In God We trust kepada Tuhan kita percaya. Seolah mengukuhkan masyarakat negeri itu tentang keyakinannya kepada Tuhan. Meski apa yang dilakukan masyarakat atau pemerintahnya tidak jarang berseberangan dengan dogma-dogma agama.

Tuhan Yang Maha Besar Tuhan Yang Maha Esa Tuhan Yang Maha Kuasa merupakan kata-kata yang mungkin paling sering diucapkan manusia untuk kepentingan apapun baik dalam perang dan damai.

Tuhan merupakan kata kunci tempat dimana manusia menyandarkan dirinya sebagai wujud ketidakmampuan dirinya dihadapan Sang Pencipta.

Bahkan sebuah arena pembantaian manusia pun menggunakan kata-kata Tuhan untuk menjustifikasi tindakannya. Betapa peperangan sering dimulai dengan mengucapkan kata-kata Tuhan.

Kaum homoseksual dan lesbian terkadang menilai perilaku seksnya sebagai bagian dari takdir yang Tuhan telah tetapkan untuk dirinya. Meski sejarah mencatat kaum Sodom dan Gomorah dimusnahkan lantaran perilaku seksnya tetapi mereka yang memiliki perilaku sama tetap membenarkan keyakinannya.

Ucapan atau tindakan yang merujuk kepada kata-kata Tuhan seolah tidak pernah berhenti dilafalkan manusia dalam kesehariannya. Inilah yang mendorong Friedrich Nietzsche menggugat keras.

Nietzsche menyaksikan dalam kehidupan masyarakat saat itu telah terjadi ketidaksesuaian antara sifat-sifat yang dimiliki Tuhan dengan perilaku masyarakat yang mempercayai Tuhannya.

Tuhan memiliki sifat pengasih dan penyayang. Semua itu telah melekat dalam keyakinan manusia. Tetapi Nietzsche menilai itu hanya kata-kata bualan kosong yang digunakan untuk menyelamatkan diri dari tindakan yang dilakukan.

Manusia mengakui dan percaya sifat Tuhan yang Maha pengasih dan Penyayang, tetapi disaat bersamaan manusia melakukan tindakan yang bahkan sangat bertentangan dengan sifat Tuhan.

Dalam hidupnya, Nietzsche melihat bagaimana manusia tidak bersikap pengasih dan penyayang kepada sesamanya. Manusia saling membunuh, membiarkan orang miskin terlantar, meraup laba dengan mengorbankan orang lain dan semua tindakan yang bertentangan dengan kata-kata pengasih dan penyayang.

Frustasi Nietzsche melihat kemunafikan masyarakat berujung pada statemennya yang paling menyedihkan dunia: God is Dead, Tuhan telah mati.

Nietzsche ingin menunjukkan kepada manusia, bahwa Tuhan telah mati karenanya tidak perlu ada lagi pemujaan kepada Tuhan.

Ketika ditanyakan siapa yang membunuh Tuhan, Nietzsche dengan lantang menjawab, manusia sendirilah yang telah membunuh Tuhannya.

Bagi Nietzsche, manusia hanya menggunakan kata-kata Tuhan hanya sebagai seremonial belaka dan tidak melekat dalam jiwanya. Sebab dalam perbuatan sehari-hari, manusia bahkan tidak memiliki sifat-sifat yang semestinya merujuk pada sifat Tuhan, seperti sifat pengasih-penyayang.

Nietzsche menyaksikan, ketika manusia hendak beribadah, kata-kata Tuhan sangat banyak diucapkan, namun usai beribadah, manusia tetap melakukan kekejian, kejahatan, dan semua yang berseberangan dengan sifat-sifat Tuhan.

Nietzsche lalu memberi solusi dengan konsep ubermans, manusia super, superman. Semata-mata untuk menunjukkan bahwa manusia sangat berkuasa melakukan apa saja yang ingin dilakukan tanpa perlu merujuk kepada Tuhan.

Dikemudian hari, konsep ini menarik perhatian Adolf Hitler. Pria berkumis kucing ini menyempurnakan konsep itu dalam bukunya Mein Kamf yang menempatkan Ras Arya, ras bangsa Jerman, sebagai manusia berderajat tertinggi di muka Bumi. Ketika konsep ini diujicoba dalam Perang Dunia kedua, ternyata gagal.

Tetapi sejarah mencatat, Hitler selalu menempatkan Tuhan di atas segala-galanya. Keyakinannya terhadap Sang Pencipta tidak pernah hilang dalam dirinya. Meski tindakannya sangat bertentangan.

Pernyataan Nietzsche yang dilontarkan ratusan tahun lalu tentu menggelitik siapapun yang hidup sekarang ini.

Kehidupan masyarakat di negeri ini tampaknya juga menunjukkan tanda-tanda dimana kata-kata Tuhan hanya berada sebatas lisan dan ucapan saja tetapi tidak melekat di dalam jiwa atau hati. Tuhan hidup hanya dalam bibir tetapi tidak ada Tuhan di dalam hati dan perbuatan.

Betapa banyak kita saksikan kemungkaran terjadi hampir di setiap sudut tanah negeri ini. Bahkan siapapun yang hidup saat ini tidak dapat mengingkari segala sesuatu yang dilarang dan dibenci Tuhan malahan biasa bebas dilakukan.

Inilah realitas saat ini. Contoh sederhana maraknya kriminalitas korupsi yang banyak terungkap belakangan ini. Para pelakunya tentu bukan manusia-manusia yang jauh dari Tuhan.

Mereka begitu dekat dengan Tuhan tetapi mungkin hanya dalam lisannya. Itulah sebabnya mereka tidak ragu mencuri keuntungan besar meski apa yang dilakukan merugikan masyarakat. Mereka tidak malu mengumpulkan harta dari jalan yang tidak sesuai dengan yang diperintahkan Tuhan.

Mereka hanya peduli dengan kesenangan dirinya dan kesejahteraan anak isteri menantu cucu dan keluarga besarnya saja. Mereka tidak peduli perbuatan dan tindakan yang dilakukan telah menghancurkan jutaan orang dan atau semakin memiskinkan masyarakat bangsa ini.

Kita saksikan sebuah panggung ironi di televisi saat seorang tersangka korupsi menangis menghiba-hiba di depan hakim memohon untuk lepas dari jerat penjara. Padahal sosok pria parlente itu sempat ingin menghadiahkan sepasang sepatu kepada terpidana Bom Bali, Ustadz Amrozi, Ustadz Ali Ghufron dan Ustadz Imam Samudera. Ironisnya, ketiga nama yang disebut terakhir bahkan sangat siap menerima ajalnya bertemu Tuhan Yang Maha Adil dan Bijaksana. Namun ketiganya masih berkesempatan mensucikan diri di bulan suci ini. Ajal manusia memang hanya Tuhan Yang Mengetahui.

Tersangka korupsi menangis lantaran tidak ingin kebebasannya direnggut tidak ingin sendirian dalam kamar berjeruji besi sedangkan keluarganya bahagia dengan hartanya. Boleh jadi saat ini keluarganya lebih memikirkan menyelamatkan hartanya dari bidikan KPK daripada memikirkan sang tersangka sang kepala rumah tangga.

Ada banyak hal yang sesungguhnya dapat dipaparkan disini sekadar sebuah ilustrasi. Dalam kaitan korupsi sesungguhnya yang paling menyedihkan adalah diantara pelaku yang dinyatakan terlibat beragama Islam, agama yang paling benar disisi Allah SWT. Innaddina indallahil Islam.

Apa yang mendorong mereka melakukan kejahatan kemanusiaan semacam itu? (korupsi identik dengan kejahatan kepada manusia) Apakah dalam ajaran Islam seseorang diberi kebebasan untuk melakukan korupsi? Apakah mereka memiliki dalil hukum korupsi dinyatakan halal? Tentu semua yang beragama Islam sepakat agama mulia ini menolak keras tindak korupsi.

Tampaknya benar yang dikatakan Nietzsche, manusia mengagungkan Tuhan dalam lisannya tetapi tidak melekat dalam dirinya. Bahkan Tuhan telah mati di dalam hatinya.

Bulan Suci Ramadhan ini saat paling tepat menghidupkan kembali Tuhan dalam hati kita. Bukan hanya menghidupkan melainkan juga menghadirkan dalam hati agar segala tindak perbuatan kita selaras dengan apa yang diperintahkan Tuhan. Mensucikan kembali lahir dan batin dari pikiran dan tindakan yang bertentangan dengan perbuatan Rasulullah SAW. Marilah berharap menjadi insan kamil.

Demikianlah. Mohon dimaafkan segala kesalahan yang terjadi dalam seluruh tulisan dalam situs BaNi MusTajaB ini.

Selamat Menunaikan Ibadah Puasa Ramadhan 1429 H

BaNi MusTajaB