GURU BIJAK ITU BERNAMA KAK SETO DAN SYEKH PUJI PATUH


Ketika suatu malam saya sedang berbincang dengan beberapa teman, tiba-tiba ponsel saya berdering. Tapi saya tidak terlalu memperhatikannya. Menjelang tengah malam saat hendak pulang ponsel berdering lagi. Kali ini sms. Saya pun melihatnya. Isinya sederhana saja. “Mas, lihat TV!. Ada Syekh kawin sama gadis 12 tahun….”
Tentu saja saya tidak tertarik dengan sms itu. Jauh lebih menarik membicarakan rencana eksekusi Amrozi, dkk. Sebagaimana sebelumnya saya perbincangkan dengan teman-teman. Yang kami bicarakan seputar himbauan Menteri Muhammad Nuh yang melarang masyarakat memberi gelar mujahid, syuhada atau pahlawan. Himbauan yang terlihat unik dengan kapasitasnya sebagai menteri. Tentu ini menarik mengingat secara kebetulan saya sedang ngobrolin adanya rumor shalat gaib buat para terpidana mati itu usai dihukum mati. Tapi sudahlah…
Saya baru mulai tertarik dengan urusan Syekh tadi setelah secara kebetulan pula melihat tayangan televisi yang menampilkan Dr. Boyke sedang mengomentari Syekh tadi.
Dalam pandangan saya, kata-kata sang dokter Boyke cenderung kasar. Entah karena itu memang gaya bicara sang dokter atau permasalahan yang dikomentarinya.
Tetapi nada kasar yang terucap dari bibir Dr. Boyke itulah yang menarik perhatian saya untuk mengetahui apa sesungguhnya yang sedang terjadi.
Dan yang terjadi adalah sumpah serapah (meski dalam balutan kata-kata yang lebih halus namun tetap bernada kasar) dalam menilai perbuatan Syekh Puji yang menikahi gadis berusia amat sangat dini 12 tahun kurang.
Entah mengapa, saya merasa heran dengan siapapun yang dimintai pendapat oleh beberapa jurnalis televisi. Jawaban yang muncul mulai dari menteri, pejabat, spesialis kandungan, para ulama MUI, dll, cenderung bernada kasar. Tidak simpatik dan seolah semua menaruh kebencian yang amat sangat terhadap tindakan Syekh Puji.

ADA BANYAK GADIS SEBAYA ULFA DITEPI JALAN
Padahal, setiap harinya saya melewati jalan raya dimana di banyak perempatan-perempatan jalan berdiri gadis-gadis kecil yang bahkan berusia lebih muda dari isteri belianya Syekh Puji yang bernama Ulfa, yang mengemis, mengamen, bahkan hingga menjelang pukul sembilan malam.
Apabila Anda berkeliling Jakarta dan kebetulan di perempatan jalan lampu merah menyala, maka cobalah perhatikan sekeliling. Gadis-gadis belia dengan pakaian lusuh, membawa gitar rombengan atau apapun, akan mendekati para pengendara motor atau mobil dan minta uang sekadarnya. (ini potret kemiskinan yang bahkan mantan Gubernur Sutiyoso pun tidak sanggup mengatasinya).
Lantas bagaimana dengan nasib kesucian mereka? Keperawanan mereka? Vagina mereka?
Sungguh saya tidak mengerti dengan kata-kata kasar sang dokter spesialis kandungan itu, yang mengatakan seolah–olah gadis 12 tahun yang disenggamai akan merusak vagina dan kemudian berpenyakit kanker kandungan, mandul dan lain-lain.
Mengapa tiba-tiba sang dokter itu begitu amat sangat peduli dengan vagina gadis belia yang dinikahi Syekh Puji. Sementera gadis-gadis seusia Ulfa yang bernasib kurang beruntung dan berada dalam lingkungan berbahaya dari kejahatan seksual di jalanan tidak dipedulikan?
Bahkan terkadang saya merasa heran juga dengan komentar para ulama MUI yang seolah menanggapi pernikahan Syekh Puji dengan kata-kata yang seolah sudah merupakan fatwa yang telah disepakati, sebelum hal itu dibahas dan dibahasakan dengan secara lebih jernih.

EPIDEMIK DENDAM DIKEDEPANKAN TELEVISI
Hari-hari yang kemudian terjadi adalah serangkaian upaya mengumpulkan dasar-dasar hukum pidana untuk menyeret Syekh Puji ke dalam teralis besi. Dan semua berita seputar Syekh Puji nyaris bernada amarah atau memancing orang untuk sangat marah dengan perbuatan Syekh Puji.
Sungguh jurnalis televisi begitu pandai menyusun sebentuk pertanyaan yang bahkan jawabannya sudah diketahui sang jurnalis itu sendiri. Pertanyaan-pertanyaan yang memberi jawaban bernada sama sesuai yang diinginkan.
Saya pun mulai marah dengan pertelevisian yang menyajikan pola interview semacam itu. Dendam, amarah, dengki begitu sangat dikedepankan. Boleh jadi itulah potret yang diinginkan televisi. Seperti yang dapat dilihat dari acara debat politik berbau komedi yang sangat memalukan dan menjadi bahan tertawaan di negara tetangga. Tokoh-tokoh bangsa yang diparodikan dengan tidak memakai akal sehat. Butet dan Kelik jagonya.
Hal yang sama juga terjadi ketika para korban bom Bali selalu ditanya pertanyaan yang sama dan cenderung dijawab dengan jawaban yang sama yang intinya adalah para korban bom Bali baru akan terpuaskan dengan matinya pelaku bom Bali. Darah dibayar darah. Nyawa dibayar nyawa. Dendam dan derita sakit hati harus dibalas.
Bangsa ini ternyata memang pendendam, pemarah. Dan televisi berada di garis depan yang menyebarkan epidemik rasa dendam ini.
Tetapi saya masih tetap tidak tertarik membicarakan atau apalagi menulis tentang kebodohan orang kaya bernama Syekh Puji yang pernah bersahabat karib dengan Tukul Arwana saat keduanya masih menanggung beban kemiskinan di Semarang, menjadi kondektur angkot. Meski kini keduanya potret orang sukses di negeri ini.
Orang kaya tapi bodoh sebenarnya sebuah tradisi yang tergolong biasa, dimana orang-orang kaya ternyata banyak juga yang bodoh. Syekh puji orang kaya tapi bodoh. Begitu pula dengan orang kaya lain yang juga bodoh, sebut saja Burhanuddin Abdullah, Urip Tri Gunawan, Rusli S, dll, yang masuk jeruji besi lantaran meraup uang rakyat atau istilahnya korupsi. Jelas mereka bodoh. Sudah amat sangat kaya, mengapa melanggar hukum?
Dan saya belum berpikir menulis tentang Syekh Puji.

SANG GURU BIJAK PUN DATANG
Tetapi semua itu berubah sesaat saya melihat Syekh Puji tampil bersama Kak Seto di televisi. Tentu saja saya terkejut melihat sosok Kak Seto tampil bersama orang kaya tapi bodoh itu.
Jujur saja, andaikan kita tidak mengenal dan mengetahui latar belakang Kak Seto, Dr. Boyke, ulama MUI, dll. Kemudian mereka diminta berdiri berjajar, sambil kita disuruh mencoba menebak-nebak siapakah diantara mereka yang paling cerdas dan siapa yang paling bodoh. Tentu dari ekspresi raut wajah mereka maka kita cenderung menebak Dr. Boyke sebagai sosok paling pintar. Sedangkan Kak Seto lebih mirip orang bodoh.
Tetapi sungguh diluar dugaan saya, ketika nyaris semua orang yang dimintai pendapat jurnalis televisi cenderung memperbanyak kata-kata sambil melampirkan berkas-berkas hukum, Kak Seto justru telah melangkah jauh ke depan.
Dengan sikapnya yang bijak, Kak Seto menemui langsung Syekh Puji dan memintanya untuk secepatnya melepas istrinya yang masih sangat belia itu. Dan anehnya, Syekh Puji pun mengikuti kehendak pria yang nada suaranya selalu lembut dan rambutnya agak sulit disisir itu.
Entah kenapa, hati saya terhibur dengan kehadiran Kak Seto dalam menengahi persoalan ini. Kak Seto telah dengan sangat benar melakukan tindakan awalnya yaitu memisahkan Syekh Puji dengan isteri belianya. Setidaknya memberi harapan bahwa gadis 12 tahun itu tidak disenggamai lagi seperti kekhawatiran Dr. Boyke.
Bahwa kalaupun kemudian ada pihak–pihak lain yang ingin menyeret Syekh Puji ke pengadilan, ya itu urusan lain lagi.
Dengan dasar kekaguman saya terhadap Kak Seto itulah yang akhirnya memancing saya menulis. Ya, tulisan inilah jadinya.
Dalam pandangan saya, figur Kak Seto ibarat Guru Bijak, yang cukup banyak dicatat dalam sejarah, seperti Laotze, Mahatma Gandhi, dll.
Ketika semua orang selalu marah dan diliputi dendam terhadap sesuatu yang dianggap tidak sejalan, sefaham, Kak Seto bersikap dengan amat sangat bijaksana.
Kata-kata Kak Seto yang halus, lembut mampu menyelesaikan tahap pertama kasus pernikahan amat sangat dini ini.
Peristiwa ini, entah mengapa, menimbulkan kerinduan saya terhadap figur lembut seperti Kak Seto. Yang berada digaris depan penyelesaian awal polemik yang memuncak di masyarakat.
Kak Seto hanya ketua organisasi kecil bernama Komisi Perlindungan Anak. Kak Seto bukan pejabat apalagi menteri. Bahkan sang Menteri Pendidikan dan Menteri Pemuda pun entah berkomentar, entah tidak berkomentar. Tak tahu saya.
Secara jujur saya ingin berterima kasih kepada Kak Seto yang berhasil meredam kemarahan yang sengaja ditampilkan televisi. Dan semua yang telah berkomentar di televisi hendaknya mengambil hikmah dari Sang Guru bijak bernama Kak Seto Mulyadi.

BaNi MusTajaB

Penulis: M Agus Siswanto

https://gus7.wordpress.com (Blog BaNi MusTajaB). Blog ini sekadar kumpulan tulisan pribadi maupun orang lain. Tentu yang saya anggap menarik. Terkadang ada tulisan ringan, tapi tidak sedikit yang bikin pusing. Semoga bermanfaat. Aamiin. Penulis: M Agus Siswanto Mantan Jurnalis Majalah Misteri,Jakarta. email: maniakgaib@gmail.com 08176645205

15 tanggapan untuk “GURU BIJAK ITU BERNAMA KAK SETO DAN SYEKH PUJI PATUH”

  1. NABI MUHAMMAD BUKANLAH SEORANG PEDOFIL,
    INI FITNAH YANG SANGAT KEJI,
    SITI A’ISYAH DINIKAHI BELIAU SAAT UMUR 17 TAHUN,
    SAYA ULANGI UMUR 17TAHUN,
    PENDAPAT YANG MENGATAKAN BAHWA UMUR SITI A’ISYAH SAAT DINIKAHI BELIAU SAW ADL UMU 6/9/12 TAHUN,ADALAH FIIIIIIIIIIIIIIIIIIIITNAAAAAAAAAAAAAAAAAH, BAHKAN BUKAN BERASAL DARI HADIST/PERKATAAN NABI SENDIRI, BUKTI2 YANG MNGUATKAN AKAN DITAMPILKAN BEBERAPA WAKTU LAGI,SEDANG DIKETIK

    Suka

    1. Nabi Muhammad SAW,Insya Allah mmg menikahi Siti Aisyah ketika berumur 12 tahun (tp mmg beliau tdk lantas serumah,namun baru tinggal seatap seperti yg anda blg umur 17 tahun)…pernikahan beliau jg bukan semata2 krn beliau ingin/naksir/kepincut dgn Siti Aisyah tp krn isyarat langsung dr Malaikat Jibril yg menyampaikan bahwa Allah telah menjodohkan mereka berdua disyurga (menikah secara ruh)…alias telah disirrikan secara ruh yg dihadiri ruh para Nabi dan disaksikan Allah beserta Malaikatnya,namun baru kemudian disahkan didunia dgn ijab kabul tp baru serumah setelah Siti Aisyah berumur 17 tahun.

      Ketika sdh disirrikan Abu Bakar mengetahui hal ini,maka ketika Siti Aisyah dtg kermh Nabi,& dipegang tangannya Siti Aisyah menampik,setelah diberitahu bahwa mrk sdh disirrikan baru Siti Aisyah menyesal tlh berlaku kasar kpd Nabi SAW yg jelas2 ma’sum & tdk akan berbuat dgn nafsunya sendiri.

      Tp setau sy sdh byk yg salah kaprah apabila disirrikan hanyalah boleh bersentuhan bkn berarti boleh bersenggama…bersenggama hanya apabila tlh ada ijab kabul dgn ritual pernikahan yg memenuhi syarat agama Islam.

      Lbh krgnya sy mohon ampun kpd Allah SWT.

      Suka

  2. Terima kasih tulisannya pak
    Saya hanya berkata …
    Semoga semua berjalan ke arah yang lebih baik lagi …

    Semua saya pikir akan bisa diselesaikan dengan baik-baik … tanpa kecam mengecam …
    saya juga salut dengan Kak Seto …

    Suka

  3. Masih sangat banyak anak anak dibawah umur lainnya yang langsung dinikahkan oleh orang tuanya selepas tamat SD, lantaran faktor ekonomi. Dan ini sangat banyak saya lihat, terutama di daerah pedesaan. Siapa yg peduli!?!?..

    Suka

  4. tentu saja kita semua juga ikut prihatin dengan anak2 jalanan yang serba kekurangan. Dan sudah banyak juga tindakan yang di lakukan oleh negara , LSM maupun perorangan u/ membantu anak2 jalanan itu. Tapi apakah itu berarti kita boleh membiarkan si Puji menikahi anak di bawah umur ?

    Suka

  5. Sensitifitas modern kadang merasa risih dengan hal ini. Namun demikian pernikahan anak usia dini adalah lebih baik ketimbang merebaknya pergaulan bebas yang membuat anak usia tersebut sudah tidak ada yang perawan, walaupun secara resmi mereka menikah pada usia 28 ke atas. Perbandingannya jika ada komunitas (manapun) yang mengawinkan putrinya pada usia dini di Amerika anak usia yang sama sudah tidak perawan lagi. Perbedaan dalam agama, yang satu formal, yang satu lagi zina. Perzinaan sejak dini akan dibawa hingga masa perkawinan, maka akibatnya penyelewengan suami atau istri adalah hal biasa, dan ajaran Yesus yang tidak mengizinkan perceraian menjadi lelucon belaka.
    97,05% Mahasiswi di yogyakarta sudah tidak perawan. Sedangkan di Bandung didapat 80% didapat Mahasiswi tidak perawan, klo di Surabaya..? Hasil penelusuran TEENAGE, di SMA/SMK Surabaya kedapetan 44,54% cew dah gak virgin. BKKBN 2008
    http://www.wonosalam.co.cc/

    Suka

  6. terlepas dari benar salahnya, syech puji telah melakukan sesuatu hal yang di luar “kewajaran” dan di luar “kebiasaan” masyarakat pada umumnya. Sehingga menjadi sebuah kontroversi yang tidak berkesudahan

    Suka

  7. kenapa yang sah dilarang
    “KH Tadzkir Mansyur dari MUI Jateng menjelaskan, pernikahan Puji dan Ulfa sudah sah menurut syariat Islam. “Namun, dalam perkawinan di Indonesia juga menggunakan hukum positif dan hukum adat. Oleh karena itu, dalam hal ini Ulfa dikembalikan kepada orangtuanya dalam rangka dititipkan,” ujarnya. dikutip dari http://www.sukasukaku.com/
    sekarang posisi negara harusnya mengakomodir agama, bukan membatasi agama, jika menurut islam pernikahan itu sah ketika anak itu berusia akil baligh (ukuran cewek bila sudah pernah haid) dan mampu…. setahu saya isi undang-undangnya intinya seperti ini ” kalau usianya kurang dari 19 tahun maka belum bisa diberi surat nikah” artinya apa… secara negara belum diakui, tapi secara agama sudah sah.
    Ketika syeh puji didatangi kak seto mengatasnamakan undang-undang pernikahan dan hak asasi anak dan mencegah pernikahan seh puji, ini berarti “membatasi aturan agama dibawah aturan negara” jika hal ini terus berlangsung ga salah kalau banyak kasus perkosaan terus bertambah, kasus trafficking, penjualan gadis2 ke tempat pelacuran…. dan Komnas HAM Anak tidak bisa berbuat banyak !!! seperti baru2 ini di pasuruan ada penyebaran video aborsi siswa SMU Negri, kemana kak seto saat ini ya, seharusnya dia (kak seto) juga mendatangi siswa yang jadi korban paksaan cowok yang kurang ajar!! bahkan saat sang cewek diujung maut dia sempat merekam video dan menyebarkannya. apa kak seto ga dengar berita ini atau pura2 ga dengar?? anda sendiri yang bisa menilainya kunjungi ulasan selanjutnya di http://www.lumajanglawoffice.info

    Suka

  8. Apakah Benar Aisyah r.anha bernikah ketika berumur 9 tahun kerana ia ;

    Hujah Pertama – Bertentangan Dengan Fitrah Manusia

    Hujah Kedua – Bertentangan Dengan Akal Yang Waras

    Hujah Ketiga – Tiada Contoh Ditemui Di Negeri Arab Atau Di Negeri Panas

    Hujah Keempat- Riwayat Ini Bukan Hadis Rasulullah S.A.W.

    Hujah Kelima – Riwayat Ini Diriwayatkan Oleh Hisham Selepas Fikirannya Bercelaru

    Hujah Keenam – Hanya Perawi Iraq Yang Menukilkan Riwayat Ini

    Hujah Ketujuh – Aishah R.A Masih Ingat Ayat Al-Quran Yang Diturunkan Di Tahun Empat Kerasulan

    Hujah Kelapan – Aishah R.A Masih Ingat Dengan Jelas Peristiwa Hijrah Abu Bakar R.A. Ke Habshah

    Hujah Kesembilan – Aishah R.A. Mengelap Luka Dan Hingus Usamah Bin Zaid R.A. Yang Dikatakan Sebaya Dengannya

    Hujah Kesepuluh – Ummul Mu’minin R.A. Turut Serta Di Dalam Peperangan Badar

    Hujah Ke-11 – Aishah R.A. Menyertai Perang Uhud Sedangkan Kanak-Kanak Lelaki Berumur Empat Belas Tahun Tidak Dibenarkan Menyertai Perang

    Hujah Ke-12 – Aishah R.A. Lebih Muda 10 Tahun Dari Kakaknya Asma, Dan Semasa Peristiwa Hijrah Asma R.A. Berumur 27 Atau 28 Tahun

    Hujah Ke-13 – Ahli Sejarah At-Tabari Mengatakan Aishah R.A. Lahir Di Zaman Jahilliyah (Sebelum Kerasulan)

    Hujah Ke-14 – Aishah R.A. Adalah Antara Orang-Orang Yang Terawal Memeluk Islam

    Hujah Ke-15 – Abu Bakar R.A. Bercadang Mengahwinkan Aishah R.A. Sebelum Berhijrah Ke Habshah

    Hujah Ke-16 – Aishah R.A. Disebut Sebagai Gadis Dan Bukan Kanak-Kanak Semasa Dicadangkan Untuk Bernikah Dengan Rasulullah

    Hujah Ke-17 – Rasullulah Tidak Tinggal Bersama Aishah R.A. Kerana Masalah Mendapatkan Mahar, Bukan Kerana Umur Aishah Yang Terlalu Muda

    Hujah Ke-18 – Hadis Yang Mensyaratkan Mendapat Persetujuan Seorang Gadis Sebelum Dikahwinkan Memerlukan Gadis Tersebut Telah Cukup Umur

    Hujah Ke-19 – Kebolehan Luarbiasa Aishah R.A Mengingati Syair Yang Biasa Disebut Di Zaman Jahiliyah Membuktikan Beliau R.A. Lahir Di Zaman Jahiliyah

    Hujah Ke-20 – Kemahiran Dalam Sastera, Ilmu Salasilah Dan Sejarah Sebelum Islam

    Hujah Ke-21 – Keinginan Mendapatkan Anak Dan Naluri Keibuan Tidak Mungkin Timbul Dari Kanak-Kanak Bawah Umur

    Hujah Ke-22- Aishah R.A. Sebagai Ibu Angkat Kepada Bashar R.A. Yang Berumur Tujuh Tahun Selepas Perang Uhud

    Hujah Ke-23- Wujudkah Perkahwinan Gadis Bawah Umur Di Tanah Arab Dan Dalam Masyarakat Bertamadun?

    Hujah Ke-24 – Kesepakatan (Ijmak) Umat Dalam Amalan

    Benarkah Aisyah r.a. dinikahi oleh Rasulullah s.a.w. ketika berusia 6 tahun dan bersama baginda s.a.w ketika berusia 9 tahun?

    Tokoh Hadith terkenal, Maulana Mohd Asri Yusof tidak bersetuju dengan pendapat di atas. Berikut ini adalah siri penjelasan dari beliau.

    Jika anda tidak bersetuju dengan pendapat ini, tidak mengapa. Dengar dan teliti terlebih dahulu hujah-hujah yang dikemukakan.

    sila cari “Umur Aisyah ketika dinikahi? Bertentangan dgn fitrah” di Youtube

    Suka

  9. Maaf tampaknya anda sekalian tdk teliti dlm melihat berita soal Syeikh Puji (sebetulnya bkn syeikh krn gelar syeikh hanya patut diberikan kpd Ulama yg telah meninggalkan keduniawian contoh Syeikh Abdul Qadir Jailani,sdn Puji msh suka hidup hedonis)…menurut informasi si Puji ini hanya menikahi gadis berumur 12 tahun/yg baru 3 kali menstruasi…

    Istri termudanya setelah Ulfa jg br menstruasi 3 kali…& menurut org yg kasyaf dia itu memiliki pesugihan,mknya dia hny memilih istri 12 tahun atau yg lbh muda asalkan baru 3 kali menstruasi…

    Atas segala kesalahan hamba mohon ampun kpd Allah SWT…

    Suka

  10. Bagai manakah kabar Ulfa sekarang …….? apakah sudah merasa bahagia setelah lepas dari Syeikh Puji?atau justru menjadi lebih sengsara….!?

    Suka

  11. yang aku tahu Insya Allah kak Seto memang orang baik yang sayang pada anak2 dan merupakan salah seorang pemerhati anak yang baik. namun kak Seto juga manusia, tidak mungkin seorang manusia menyelesaikan semua permasalahan, dalam hal ini permasalahan2 anak.
    @
    setuju, mbak….kita patut kagum dengan kepedulian Kak Seto terhadap anak-anak..

    Suka

Tinggalkan komentar